#1 Bulan terakhir untuk awal



                Bulan penutup tahun, tak selamanya menjadi akhir. Akulah yang membuktikannya bahwa inilah awal perjalanan kali ini. Sama seperti tahun-tahun sebelumnya, tetesan air dari langit menjadi rutinitas setiap hari. 
                “nanti malam jadi kan kita akan berpesta dirumah lo?” ucap salah salah satu teman organisasiku. “jadi dong, kabari saja bila mau menuju kerumah nanti malam” balasku. “siappppp” ucapnya sambil menunjukan ibu jari kanannya kepadaku. 

                Malam yang hangat dipenghujung tahun, terlewati dengan beribu canda tawa dalam satu malam. Tepat pukul 00.00 langit menggema, bukan, ini bukan langit yang bersuara, bukan pula langit sedang berteriak untuk mengeluarkan sedihnya, bukan, bukan itu. Para penduduk bumilah yang telah menggemakan langit, mereka sedang berlomba-lomba menghias langit. Namun sayang, hanya beberapa menit semua keindahan itu bertahan.

                Selang satu jam setelah acara meriah dilangit, mereka kembali pulang. Pesta pun berakhir dengan ditutupnya tahun lalu dan dibukanya tahun ini. Esoknya seperti sudah menjadi rutinitas warga Jakarta, menikmati masa-masa libur tahun baru dengan mengunjungi tempat-tempat wisata. Tenanglah, aku takan bahas ini.

                Beberapa hari setelah tahun baru, dipertengahan bulan januari, hari dimana aku mengenang hari dimana pertama kali aku melihat dunia. Kawan-kawanku berkunjung kerumah, katanya merayakan. Dia datang berbaur dengan yang lain, sungguh tak ada hati saat itu, sungguh tak ada perasan saat itu. Empat hari setelah hari bahagia itu, kabar pedih itu datang. Entah rasa apa ini, serasa sudah dibuat terbang hingga menggapai awan namun seketika dijatuhkan hingga ke dasar jurang. Orang lain yang ku anggap benar kata-katanya, ternyata mengkhianati. Tapi tenanglah bukan ia yang akan kuceritakan, tapi dia yang sebelumnya pernah ku sebut.

                “sudah gue kasih taukan kemaren? Dia itu gak bisa lo percaya, gue kenal hampir semua mantannya. Udah hapal lah gua tabiatnya dia gimana. Masih aja lo percaya sama dia” ucapnya yang hanya memperkeruh suasana. “iya gue tau gue salah, udah percaya sama dia” hanya itu yang bisa ku katakan untuk membalas ucapannya. Kejadian itupun berlalu seiring waktu, namun ada satu hal yang tetap tinggal, siapa lagi kalau bukan dia. Ya dengan adanya kejadian itu, dengan berakhirnya harapan yang selama ini kurajut, ternyata sekaligus berawalnya kisahku dengan dia.

Komentar