“Lucu betapa patah hati bisa menuntun seseorang melakukan hal dramatis dalam hidupnya. Jika patah hati menuntun beberapa orang untuk menyilet tangan, menggantung diri, atau memaki di status media sosial, patah hati justru menuntunku untuk berkelana” – Fiersa Besari
Sepenggal kutipan diatas merupakan representasi apa yang
gue alami satu tahun lalu. Entah sudah berapa
langkah kaki ini membawaku pergi, membawa gue melihat kejadian itu dengan kaca
mata berbeda. Rasanya jika kau membaca seluruh cerita perjalanan yang tertulis
dalam blog ini, bahasnya tak lain tak bukan adalah tentang dia. Ah jangan
bosan, aku saja tidak bosan hehehe.
Seminggu yang lalu temen gue dateng kerumah niatnya mau
numpang ngeprint. Eh dia cerita bahawa dia abis putus sama doinya, galau galau
dikit gitu dahhh. Gue yang pernah ada di posisi dia cuman bisa bilang “lebay lu”
tanpa ngaca sama diri sendiri bahwa gue juga pernah lebay dulu wkwkwk. Singkat
cerita karena dia salah satu penggiat alam juga jadi gue ajak aja buat
refreshing ke air terjun (curug) yang ada di kawasan bogor.
Berangkatlah gue sama dia kemarin tepat jam 8 pagi,
niatnya sih mau jam 5 tapi apa daya gue masih punya banyak tugas dirumah. Dia
ngasih beberapa pilihan curug: curug bidadari, curug cilember, curug nangka,
curug cibereum. Mikir mikir mikir akhirnya gue memutuskan ke curug cibereum.
Alasan gue pengen ke curug ini yaitu, pertama gue mau menuntaskan rasa mupeng
gue waktu gak jadi ikut pelantikan di curug ini, kedua gue belum pernah
menajajaki kaki ke gunung gede pangrango (jangankan muncak pintu gerbang aja
gak pernah), dan yang ketiga kayaknya seru jalan di tengah hutan rimbun.
Berangkatlah kami ke curug cibereum, selama perjalanan
kami terus mengobrol, tujuannya sih agar yang bawa motor tidak mengantuk karena
bahaya juga kan kalau sampe masuk jurang. Kita parkir disalah saru rumah warga,
tempatnya sepiiii mungkin karena puasa dan menjelang lebaran kali ya jadi pada
males naek dan pada pulkam. Dia pake sepatu sedangkan gue pake sandal, karena
emang tujuannya ke curug yang bakalan basah-basahan jadi gue memutuskan untuk
pakai sandal. Jalan jalan jalan tibalah gue di pintu masuk gunung gede
pangrango, seperti orang kebanyakan gue pun berselfie ria di tulisan selamat
datang ini wkwkwk.
Jalanan yang harus ditempuh merupakan jalanan anak tangga
berbatu, gue gak habis fikir deh nih orang-orang baik banget sampe bikini jalanan
kayak gini (biar safety). Jujur kemaren tuh gue sama dia masuk curug gak bayar (biaya masuk 36.000/2 orang),
eitttsss bukan karena kita kenal sana tetapi karena gak ada yang jaga di loket
kami udah panggil-panggil tetep gak ada orang, yaudah deh akhirnya kami
lanjutkan untuk naik. Baru jalan sebentar eh kami disuguhkan pemandangan babi
hutan, warnanya hitam, badanya gemuk, dan ada dua. Gue sontak pegang tangan dia
buat nyuruh berhenti, awalnya dia liat gue dan langsung liat kedepan mengerti
apa yang harus dilakukan. Diambil victorinox sama batu, kita maju perlahan
ketika si babi sudah menghilang dari jalanan, “Untung tuh babi ilang,
coba kalau enggak gua colok matanya leng” ujarnya penuh semangat.
Gue masih puasa saat itu, namun ada syetan syetan
penghasut. Yaps dia selalu ngehasut gue buat minum.
“Nih minum, daripada
dehidrasi lu”
“Aer udah goyang goyang
nih di tas gua”
“tuh lu udah mual mual
mending minum”
“seger banget dahhh”
(Loc: Telaga Biru Mt. Gede Pangrango)
Selama perjalanan dia
gak ada berhentinya bikin gue batal puasa, gue masih tetep lanjut sampai telaga
biru. Hmmm namanya sih telaga biru tapi warnyanya kok ijo?. Oke setelah berfoto
ria gue kembali melakukan perjalanan hingga tiba di pos panyangcangan, gue udah
enek enekan mau muntah dan akhirnya batal juga. Huhhh runtuh sudah makin banyak
utang gue.
Pos panangcangan ini merupakan jalur umum yang dilalui
para pendaki yang ingin ke gede dan
pangrango. Jalanan ke kiri merupakan jalan menuju puncak dan ke kanan merupakan
jalan menuju curug. Perjalanan dilanjutkan menuju curug, setibanya dicurug rasa
lelah, haus, kaki pegel terbayarkan semua genkkk indahhh. Ternyata curug
cibereum tuh ada 3 yang gue liat sih 2, satunya lagi ada di ujung kanan tapi
harus lewat kubangan air dulu.
Dan yang lebih mantepnya lagi tuh curug lagi sepi, bener
bener gak ada orang kecuali gue sama dia. Penjaga situpun tak ada. Setelah
istirahat sejenak, dia buru-buru ambil air untuk masak mie katanya laper, emang
dasar nih setan satu yak wkwwk. Saat dia sibuk masak mie, gue sibuk duduk di
dekat air terjun menikmati tampias air
yang menyentuh pipi gue dengan lembut.
(Loc: Curug Cibeureum Mt. Gede Pangrango)
Sejenak terfikir,
Jika saat itu kita
tidak berpisah, apakah langkah kaki ku akan sejauh ini?
Jika saat itu kita
tidak berpisah, apakah aku akan sebebas ini?
Jika saat itu kita
tidak berpisah, apakah aku akan seberani ini menempa diri?
Jika saat itu kita
tidak berpisah, dapatkah aku bertemu banyak orang hebat seperti saat ini?
Nyatanya kamu adalah alasan untuk diri ini bertualang, seperti kisah bung. Awal tujuan petualangan ini adalah untuk menghilangkan tentangmu dari benak ini, namun lebih dari itu yang di dapat ialah rasa damai, rasa bersyukur dan persahabatan yang hangat.
Setelah puas makan dan berfoto ria di sekitaran curug,
tepat pukul 3 sore kami pamit pulang untuk kembali ke rutinitas. Selama
perjalanan pulang kami tidak hanya berdua, ada lagi pengunjung lain (coupelan
ternyata) jadi total kami ber empat. Obrolan sesama laki-laki, mereka berdua
terus mengobrol sampai bawah. Dari semua cerita yang dia tuturkan sedari tadi
serta pembuktian yang ada depan mata gue, ternyata menyadarkan gue bahwa seharusnya begitulah
pendaki. Saling menyapa untuk saling kenal satu sama lain, saling berbagi untuk
mempererat pertemanan, dan saling merindu untuk sebuah bentuk penghargaan. Ah
itu yang belum ku miliki, bebas bercengkrama dengan siapapun. Terimakasih,
karena kejadian kemarin aku belajar dan bertekad akan menyapa siapapun yang ku
temui selama kaki ini melangkah.
Sampai di tempat parkir kira-kira jam setengah 5 sore,
langsung dilabas perjalanan menuju kota, tapi banyak lika liku dan drama saat
perjalanan pulang. Nantilah dikala sempat akan ku ceritakan lika liku itu.
(Jumat, 8 Juni 2018)
Komentar
Posting Komentar