Cibeureum euy! #1


            “Lucu betapa patah hati bisa menuntun seseorang melakukan hal dramatis dalam hidupnya. Jika patah hati menuntun beberapa orang untuk menyilet tangan, menggantung diri, atau memaki di status media sosial, patah hati justru menuntunku untuk berkelana” – Fiersa Besari
            Sepenggal kutipan diatas merupakan representasi apa yang gue alami satu tahun lalu. Entah sudah berapa langkah kaki ini membawaku pergi, membawa gue melihat kejadian itu dengan kaca mata berbeda. Rasanya jika kau membaca seluruh cerita perjalanan yang tertulis dalam blog ini, bahasnya tak lain tak bukan adalah tentang dia. Ah jangan bosan, aku saja tidak bosan hehehe.

            Seminggu yang lalu temen gue dateng kerumah niatnya mau numpang ngeprint. Eh dia cerita bahawa dia abis putus sama doinya, galau galau dikit gitu dahhh. Gue yang pernah ada di posisi dia cuman bisa bilang “lebay lu” tanpa ngaca sama diri sendiri bahwa gue juga pernah lebay dulu wkwkwk. Singkat cerita karena dia salah satu penggiat alam juga jadi gue ajak aja buat refreshing ke air terjun (curug) yang ada di kawasan bogor.


            Berangkatlah gue sama dia kemarin tepat jam 8 pagi, niatnya sih mau jam 5 tapi apa daya gue masih punya banyak tugas dirumah. Dia ngasih beberapa pilihan curug: curug bidadari, curug cilember, curug nangka, curug cibereum. Mikir mikir mikir akhirnya gue memutuskan ke curug cibereum. Alasan gue pengen ke curug ini yaitu, pertama gue mau menuntaskan rasa mupeng gue waktu gak jadi ikut pelantikan di curug ini, kedua gue belum pernah menajajaki kaki ke gunung gede pangrango (jangankan muncak pintu gerbang aja gak pernah), dan yang ketiga kayaknya seru jalan di tengah hutan rimbun.

            Berangkatlah kami ke curug cibereum, selama perjalanan kami terus mengobrol, tujuannya sih agar yang bawa motor tidak mengantuk karena bahaya juga kan kalau sampe masuk jurang. Kita parkir disalah saru rumah warga, tempatnya sepiiii mungkin karena puasa dan menjelang lebaran kali ya jadi pada males naek dan pada pulkam. Dia pake sepatu sedangkan gue pake sandal, karena emang tujuannya ke curug yang bakalan basah-basahan jadi gue memutuskan untuk pakai sandal. Jalan jalan jalan tibalah gue di pintu masuk gunung gede pangrango, seperti orang kebanyakan gue pun berselfie ria di tulisan selamat datang ini wkwkwk.

            Jalanan yang harus ditempuh merupakan jalanan anak tangga berbatu, gue gak habis fikir deh nih orang-orang baik banget sampe bikini jalanan kayak gini (biar safety). Jujur kemaren tuh gue sama dia masuk curug gak bayar (biaya masuk 36.000/2 orang), eitttsss bukan karena kita kenal sana tetapi karena gak ada yang jaga di loket kami udah panggil-panggil tetep gak ada orang, yaudah deh akhirnya kami lanjutkan untuk naik. Baru jalan sebentar eh kami disuguhkan pemandangan babi hutan, warnanya hitam, badanya gemuk, dan ada dua. Gue sontak pegang tangan dia buat nyuruh berhenti, awalnya dia liat gue dan langsung liat kedepan mengerti apa yang harus dilakukan. Diambil victorinox sama batu, kita maju perlahan ketika si babi sudah menghilang dari jalanan, “Untung tuh babi ilang, coba kalau enggak gua colok matanya leng” ujarnya penuh semangat.

            Gue masih puasa saat itu, namun ada syetan syetan penghasut. Yaps dia selalu ngehasut gue buat minum.

“Nih minum, daripada dehidrasi lu”
“Aer udah goyang goyang nih di tas gua”
“tuh lu udah mual mual mending minum”
“seger banget dahhh” 

(Loc: Telaga Biru Mt. Gede Pangrango)

             Selama perjalanan dia gak ada berhentinya bikin gue batal puasa, gue masih tetep lanjut sampai telaga biru. Hmmm namanya sih telaga biru tapi warnyanya kok ijo?. Oke setelah berfoto ria gue kembali melakukan perjalanan hingga tiba di pos panyangcangan, gue udah enek enekan mau muntah dan akhirnya batal juga. Huhhh runtuh sudah makin banyak utang gue.


            Pos panangcangan ini merupakan jalur umum yang dilalui para  pendaki yang ingin ke gede dan pangrango. Jalanan ke kiri merupakan jalan menuju puncak dan ke kanan merupakan jalan menuju curug. Perjalanan dilanjutkan menuju curug, setibanya dicurug rasa lelah, haus, kaki pegel terbayarkan semua genkkk indahhh. Ternyata curug cibereum tuh ada 3 yang gue liat sih 2, satunya lagi ada di ujung kanan tapi harus lewat kubangan air dulu.

            Dan yang lebih mantepnya lagi tuh curug lagi sepi, bener bener gak ada orang kecuali gue sama dia. Penjaga situpun tak ada. Setelah istirahat sejenak, dia buru-buru ambil air untuk masak mie katanya laper, emang dasar nih setan satu yak wkwwk. Saat dia sibuk masak mie, gue sibuk duduk di dekat air terjun menikmati tampias  air yang menyentuh pipi gue dengan lembut.

(Loc: Curug Cibeureum Mt. Gede Pangrango)

Sejenak terfikir,
Jika saat itu kita tidak berpisah, apakah langkah kaki ku akan sejauh ini?
Jika saat itu kita tidak berpisah, apakah aku akan sebebas ini?
Jika saat itu kita tidak berpisah, apakah aku akan seberani ini menempa diri?
Jika saat itu kita tidak berpisah, dapatkah aku bertemu banyak orang hebat seperti saat ini?

            Nyatanya kamu adalah alasan untuk diri ini bertualang, seperti kisah bung. Awal tujuan petualangan ini adalah untuk menghilangkan tentangmu dari benak ini, namun lebih dari itu yang di dapat ialah rasa damai, rasa bersyukur dan persahabatan yang hangat.

            Setelah puas makan dan berfoto ria di sekitaran curug, tepat pukul 3 sore kami pamit pulang untuk kembali ke rutinitas. Selama perjalanan pulang kami tidak hanya berdua, ada lagi pengunjung lain (coupelan ternyata) jadi total kami ber empat. Obrolan sesama laki-laki, mereka berdua terus mengobrol sampai bawah. Dari semua cerita yang dia tuturkan sedari tadi serta pembuktian yang ada depan mata gue, ternyata menyadarkan gue bahwa seharusnya begitulah pendaki. Saling menyapa untuk saling kenal satu sama lain, saling berbagi untuk mempererat pertemanan, dan saling merindu untuk sebuah bentuk penghargaan. Ah itu yang belum ku miliki, bebas bercengkrama dengan siapapun. Terimakasih, karena kejadian kemarin aku belajar dan bertekad akan menyapa siapapun yang ku temui selama kaki ini melangkah.

            Sampai di tempat parkir kira-kira jam setengah 5 sore, langsung dilabas perjalanan menuju kota, tapi banyak lika liku dan drama saat perjalanan pulang. Nantilah dikala sempat akan ku ceritakan lika liku itu.


(Jumat, 8 Juni 2018)

Komentar