Mt. Sumbing bersamamu :)

Mt. Sumbing via Garung 3371 mdpl

            Wonosobo merupakan kota yang kaya akan destinasi wisata alam setelah Bogor (tempat manusia ibukota melepas penat dari rutinitas robot) menurut versi gue. Kali ini gue percaya bahwa cinta bisa hadir lewat pandangan pertama, kota Wonosobo yang berada di jawa tengah Negara Indonesia mampu membuatku terpikat kagum hingga jatuh cinta pada pertemuan kemarin 11-13 Juni 2019. Hamparan puncak gunung yang menulang dengan eloknya, perkebunan warga yang beragam di samping kanan dan kiri jalanan serta udara dingin nan lembut yang mampu menahan keringat walau matahari terik sedang membasahi kala itu. Walau baru satu destinasi yang gue kunjungin kemarin, tapi langsung bisa membuatku menyimpulkan bahwa betapa cantiknya kota ini. Jika diberi kesempatan lagi kota Wonosobo akan gue tuntaskan penjelajahannya tapi sih gue yakin gak akan pernah muncul kata bosan selama berada di kota ini.

            Salah satu destinasi wisata yang gue kunjungin kemarin di kota Wonosobo adalah gunung Sumbing dengan ketinggian 3371 mdpl. Awalnya gue hanya ingin melanjutkan perjalanan gue dari gunung Slamet karena sudah paham para pendaki tentang “Triple S (Sindoro, Sumbing, Slamet)”. Pas gue iseng cari cari informasi tentang gunung ini ternyata gunung Sumbing merupakan puncak tertinggi ke-3 di pulau Jawa. Wahhh makin makin semnagat gue buat dateng ke tempat ini, karena puncak ke 1 dan 2 alhamdulillah udah pernah sampai ke puncaknya. Ber-urut dari yang terbesar hingga terkecil gunung yang gue daki di pulau jawa.

            Perjalanan gue dimulai dari kota Tegal, karena doi gue orang Tegal dan gue bakalan nanjak bareng dia jadi kesepakatannya kita bakalan jalan bareng ke kota Wonosobo dari tegal dengan kendaraan bermotor. Oh iya dari Jakarta hingga tegal gue lebih memilih transportasi kereta api Indonesia (KAI) dibandingkan dengan bis, walaupun sebenarnya kalau naik bis turunnya lebih dekat dengan kabupaten Tegal tapi karena gue orangnya mabokan dan lebih seneng naik kereta jadilah KAI yang gue pilih. Gue sampai di kota Tegal tepat waktu 19.33 wib tanggal 10 juni 2019 dan langsung di jemput menuju kota Wonosobo. Selama perjalanan gue selalu disuguhkan dengan berbagai alun-alun di setiap kota yang di lewati. Alun-alun kota Tegal menjadi alun-alun pembuka perjalanan gue, alun-alun ini berada gak jauh dari stasiun Tegal. Kita gak sempet mampir malam itu disini karena harus berkejaran dengan waktu karena jika terlalu malam nanti waktu istirahat kita semakin sedikit.

            Alun-alun kedua yaitu alun-alun kota Pemalang disini kami sempat berhenti sejenak untuk meluruskan kaki setelah setengah jam perjalanan. Alun-alun ini tidak begitu ramai seperti di alun-alun kota Tegal tapi banyak mobil dihiasi lampu-lampu disko (seperti di Jpgja) yang mondar-mandir di jalanan. 15 menit dirasa cukup untuk istirahat dan kami melanjutkan perjalanan, melewati wilayah Guci di kabupaten Tegal (salah satu basecamp pendakian gunung Slamet) hingga berhenti kembali di alun-alun Purbalingga. Disini kami istirahat lumayan lama karena perjalanan yang sudah ditempuh sekitar 1,5 jam. Sayangnya kami tak sempat berfoto di tulisan “PURBALINGGA” karena salah satu huruf sempat rusak karena ulah orang-orang yang berfoto terlalu dekat dengan tulisannya. Setengah jam istirahat kami lanjutkan perjalanan hingga berhenti lagi di alun-alun Banjarnegara. Patung khas di alun-alun Banjarnegara adalah seorang bapak-bapak yang sedang berjualan cendol-dawed dan seorng ibu-ibu sebagai pembelinya. Selesai berfoto dan istirahat perjalanan kami dilanjutkan hingga sampai di basecamp pendakian gunung Sumbing via Garung.

            Kami tiba di basecamp pukul 2 dini hari, langsung nyari lapak buat tidur dan packing ulang. Sempat bingung karena banyak sekali tawaran untuk menginap dirumah A, B, C, D, E dan banyak deh pokoknya. Namun doi lebih memilih di basecamp aja walaupun harus menggelar matras sendiri kata dia itu lebih enak dan murah wkwkwk. Kami tidur hingga pukul 4 dini hari, terbangun karena memang pendaki lain sudah banyak yang ngobrol dan masak serta packing ulang. Oh iya pendakian kemarin tuh ruameee bangettttt, untung aja parkirannya luas jadi masih nampung kendaraan pendaki-pendaki yang baru datang. Pendakian kali ini gue mager banget masak dan makan sayur-sayuran alhasil kami hanya makan yang berbau goreng-gorengan praktis yaitu, telor goreng, nasi goreng, dan mie goreng (mie rebusnya juga ikutan kok). Sarapan pagi kami beli diwarung kecil samping basecamp, wkwkwk saking magernya buat masak euy dan mau jadi orang kaya di gunung sekali kali.

            Pendaftaran pendaki dimulai pukul 7 pagi, karena ruame banget yang mau naek jadi kami baru bisa naek pukul 9 pagi setelah antri sekian lama (sampe-sampe muka doi jadi cemberut karena kesel lama banget prosesnya buat ngurus simaksi doing ;v). Kami memilih untuk tidak naik ojek, biar lebih berasa aja gitu pendakiannya (padahal mah emang gak punya duit, mahal euy 25k). Awalnya sih fine fine aja gitu tapi lama kelamaan kuping gue jadi sebel dengerin suara knalpot ojek Sumbing, jika di bandingkan perjalanan dengan ojek memakan waktu 15 menit sedangkan kalau jalan kaki memakan waktu 3 jam. Nyesel gak nyesel sih, trek bebatuan dari basecamp hingga pos 1 tapi selalu ditemenin dengan view perkebunan yang keren abisss. Jadi kebayar deh rasa lelahnya dengan view yang selalu nemenin selama perjalanan. Sesampainya di pos 1 (pos pemberhentian motor racing), kami istirahat makan siang dulu karena sudah jam 12 berbekal nasi yang beli di warung bawah karena males buka kompor serta gorengan yang beli di warung pos 1. Mumpung ada mushola, sehabis makan gue sholat dulu sekalian qodho ashar.

            Istirahat cukup lama hingga jam 1 siang, trekking dilanjutkan sampai ke pos 2 berhenti sejenak di warung untuk mencari informasi tentang camp dan puncak pada pendaki yang baru saja turun dan singgah di pos 2. Setelah 15 menit istirahat kami pamit untuk melanjutkan perjalanan ke pos 3, nahhhhh disini tantangan terberatnya menurut gue. Trek “Engkol-Engkolan” beuuhhhh trek yang musti ngerangkak (kalo gue) kadang terpeleset hingga turun kembali, belum lagi pasirnya yang terlalu halus hingga menjadi debu dan menggangu pemandangan serta pernafasan. Gue saranin banget lu harus bawa masker buat ngelewatin trek ini, salahnya gue kemaren gak bawa masker jadi harus nutupin pake kerudung dengan tangan karena emang kerudung gue berbahan licin. Trek ini luamayan lama dan terjal, pen udahan aja gue di trek ini rasanya gak habis-habis gitu. Tapi sebenernya lo bisa lewat jalur kiri yang agak banyakan rumputnya biar pijakannya lebih mantep cumin ya sepi dan banyak ranting. Kalau lo lewat jalur yang biasa ya tanggung resiko debu dan merosot-merosot lagi pas naek.

            Selesainya pos ini menandakan selesainya perjuangan dan sampailah di pos 3, areal camp yang buanyak banget pendaki kala itu. Ini areal camp favorite karena luasss dan disini pemandangannya udah indah denagn gunung Sindoro di depan. Sebenarnya camp trakhir itu pos 4 dan lebih dekat dengan puncak namun karena trek kesana memakan waktu 2-3 jam dari pos 3 dengan trek yang terjal serta tebing plus kebanyakan pendaki udah kesorean/kemaleman dan kecapean jadi lebih memilih camp di pos 3. Langit malam di pos 3 gunung sumbing kemarin indah banget, langitnya cerah dengan hamparan bintang kerlap kerlip serta lampu-lampu kota Wonosobo yang terlihat ikut kerlap kerlip dari ketinggian. Udara malam itu memang dingin tapi karena tenda yang gue bawa mampu menghangatkan sendiri jadi gak terlalu kedinginanlah gue di dalem tenda.

            Kami mulai summit jam 3 pagi karena emang orang-orang udah rame banget bangun dari jam 1 malam (biasanya ini buat orang-orang yang mengejar puncak rajawali). Gak tau kenapa di summit attack kali ini gue ngerasa dingin banget, apakah ini karena gue gak makan nasi sebelum summit? Sebetulnya ini tak patut di tiru karena perut kosong (ya walaupun gk kosong banget sih, udah makan biskuit lima biji dan minum teh anget) dapat menyebabkan mudahnya terserang hipotermia. Dari jam 3 pagi kami sampai di puncak sekitar setengah delapan pagi. Sebetulnya hanya dua jam untuk muncak tetapi karean gue yang kebanyakan dan kelamaan berhenti jadi lama deh perjalanannya. Untung aja doi selalu setia ngedampingin gue, wkwkw entah karena kasian, terpaksa atau emang kemauan hati :p. Dia yang selalu genggam tangan gue disaat gue udah lesu banget dan ada tanda-tanda mau turun aja. Dia yang selalu ngasih minum (ya emang minumnya ada di tas dia) disaat gue bilang “mau minum” (yaiyalahhh wkwkwk), dan dia juga yang selalu semangatin gue dengan bilang “ayo ay dikit lagi puncak” (padahal  masih jauh :’ )

            Di puncak sekitaran 1 jam untuk berfoto-foto ria dan menikmati keindahan alam diatas puncak sumbing. Walaupun kami urungkan niat untuk ke puncak rajawali karena ngeliat treknya aja udah istigfar :’, jadi kami hanya top sampai puncak buntu. Pas turun ngeliat trek yang aduhay rasanya gue pengen ngegelinding aja gitu biar langsung sampe ke tempat camp, tapi doi selalu riang gembira untuk narik tangan bue buat turun sambil lari. IYA LARI BAYANGIN LARI TURUN PUNCAK. Heuuu gue memberanikan diri untuk lari di jalanan berpasir dan bertanah kalau berbatu sih gue UP gan. Turun sekitaran 1,5 – 2 jam karena emang gue jalannya kek siput wkwkwk. Istirahat sebentar di tenda hingga kelabasan bobo dan akhirnya baru mulai turun ke bascamp pukul setengah 6 sore. Kami turun lewat jalur baru karena gue udah UP dan gak mau liat jalur engkol-engkolan. Walaupun sepiii pendaki dan hutan belantara jika melewati jalur baru, siapa sangka treknya justru landai dan memudahkan gue untuk berjalan cepat selama turun. Dan jrengggg kami hanya menempuh waktu 3 jam untuk sampai ke basecamp sumbing via garung. Oh iya gue sempet pegang lengan doi di areal bebatuan karena gelap cuyyy otak gue mikirnya “takut doi tiba-tiba gak keliatan (ilang) kalau gak di pegangin” hehehe entahlah semenjak turun dari Lawu gue jadi was was banget sama yang begituan kalau trek malam padahal gue gak pernah di ganggu, gan pernah liat, gak pernah dengar dan gak pernah merasakan.

            Di basecamp kami sampai sekitar pukul 9 kurang, langsung bersih-bersih diri karena emang bau banget gaysss dan langsung gelar matras di bascamp bawah dan terlelap. Sebenernya sih bisa aja kami pulang langsung ke rumah hari itu tapi karena doi bilang terlalu cape dan takut gak kuat bawa motor jadi kami memutuskan untuk bermalam kembali di basecamp. Esok paginya sekitar pukul 9 pagi kami langsung tancap gas menuju Tegal.

            Sekian cerita pendakian gue ke gunung Sumbing via Garung, biasanya sih gue ngevlog tapi karena gue udah engap duluan sama jalurnya jadi hilanglah hasrat gue buat ngevlog. Jadiii gue abadikan kisah ini dalam bentuk tulisan yang panjang hingga melebihi1.650 kata :D. Hihihi selamat membaca :p ditunggu komentarnya wkwkwk

Komentar