(Gambar 1. POV di kereta menuju stasiun Tegal) |
“Kak Yev mau
naik juga? Ikut aja bareng kami” ucap Tiara.
“Tidak
apa, aku tidak ingin merusak jadwal yang sudah kalian susun bersama” balasku
melalui pesan teks.
“Oh oke
ka kalau keputusan kak Yev itu, take care ya ka” balas Tiara.
Udara dingin malam ini tak cukup
meredam panas dalam dada yang sedang ku rasa. Minggu ini aku mendapat
kesempatan cuti dari kerjaan. Niatku ingin membersamainya melakukan hobby yang
sama-sama kami sukai. Yap, kami salah satu dari jutaan orang yang senang dengan
kegiatan alam khususnya hiking. Kali ini gunung Slamet akan menjadi destinasi yang
akan kami kunjungi, maaf aku ralat bukan kami tapi aku dan dia.
Aku tidak diizinkan membersamainya, ia
khawatir aku berpotensi besar untuk membuyarkan rencana perjalanan yang sudah
ia susun lama bersama teman-temannya. Katanya jalan ku lamban jika naik gunung,
itu akan menjadi masalah besar dalam rombongannya.
Aku kecewa dengan keputusannya. Aku mencoba menghubungi salah satu temannya, apakah memang seburuk itu dampak dari
keikutsertaanku pada rombongannya?. Aku hubungi Tiara, salah satu anggota wanita
di rombongannya yang memiliki ketangkasan fisik yang jauh diatasku. Ternyata
berbeda, aku diterima baik olehnya bahkan ia berkenan untuk mengajak ku
ikutserta dalam rombongannya.
Akhirnya Devan merelakan ku untuk ikut
kedalam rombongannya, ya dia adalah kekasih ku yang aku merasa seharusya
keberadaanku mampu menyenangkannya bukan malah membuatnya tidak nyaman. Sejak
itu, aku memutuskan untuk naik sendiri ke puncak gunung Slamet dan memutuskan hubungan
ku dengannya. Bagiku kami berakhir saat itu.
Jika, kamu menganggap kisah ini akan membahas bagaimana kisah ku dengan mantan kekasihku, kamu salah. Justru kisah ini bukan tentang masa lalu ku. Tetapi berkat keadaan tersebut kisah sesungguhnya baru saja dimulai.
Komentar
Posting Komentar