Semesta menyatukan ku kembali engan di(a) dengan kisah tak sama dari sebelumnya.
Sungguh aku tidak
tahu apa maksud dari semuanya, kebersamaan ini terasa sangat asing. Aku yang
sakit karena membandingkan kamu yang dulu dengan yang sekarang, sedangkan kamu
menjelma menjadi orang asing yang kian lama kian tak ku kenali. Apakah memang
jalannya harus seperti ini? Ada kamu dalam doa yang selalu aku aminkan, tapi
mengapa Tuhan menguji ku dengan keraguan terhadapmu? Saat ini mendamba
kehadiranmu adalah suatu yang menjadi hobi baruku, semestaku dengan mu
perlahan harus hancur. Mungkin hanya aku yang merasa demikian, dirimu tidak.
Kamu tau? Dulu waktu kita awal
deket. Sekedar chatan dan menanyakan kabar, sering dan intens. Kamu
mendampingiku melewati hari-hari rumit yang bikit kepala cekat cekit. Sembari
nugas kamu menemani dalam suara, kita mengobrol panjang lebar, kamu
menceritakan kisahmu dengan keseharianmu, akupun juga melakukan hal yang sama.
Kita sama-sama menunggu malam untuk saling bertukar cerita dan saling
mendengarkan cerita. Banyak topik yang bisa kita perbincangkan dahulu, hingga
akhirnya kita memutuskan untuk sering ketemu dan bisa ngetrip bareng. Awal mula
yang indah memang.
Lantas selang beberapa bulan, masalah
kian datang. Aku dan kamu sering terlibat dalam perselisihan, saling
mengagungkan ego masing-masing. Hingga tiba dititik kita sama-sama menyerah
untuk berselisih paham dan memutuskan untuk pisah. Aku yang masih kental dengan
egoku begitupun kamu, merubah semesta kita. Kini bagaikan orang asing yang
hanya bertanya pertanyaan-pertanyaan formalitas.
Hingga detik ini, aku masih sukar
sekali menebak apa yang kamu rasa, kadang diri bisa ikhlas menerima keadaan
kadang juga sakau seperti orang kehilangan candu nya. Tak kenal waktu, kapanpun
diri ini bisa berubah dengan cepat. Bagaimana? Bagaimana aku harus meminimalisir
efek sakau candu kehadiranmu? Bagaimana aku bisa meluapkan segala energi negative
dalam tangisanku?. Karena memang dengan mu semua rasa sakit terkumpul dalam
dada, tak terusik keluar, menggerogoti rasa dan keyakinan, menjelma sesak yang
berkepanjangan. Aku tak tau harus apa.
Mungkin aku butuh teman untuk meminimalisir
efek candu kehadiranmu, tapi semesta belum mau memberiku teman untuk menggantikan
kebiasaanmu. Aku tak punya pilihan selain merasakan sesak yang meyesakkan, aku
memang percaya waktu selalu bisa menyembuhkan. Tapi aku tak tahu harus berapa
lama aku berada dalam zona yang seperti ini.
Komentar
Posting Komentar