Tentang DI(A) #6



Perihal tentangmu untuk saat ini dan entah sampai kapan akan selalu menjadi topik yang tak pernah habis ku bicarakan. Hadirmu mungkin sudah tidak akan pernah ada lagi, tapi kisah yang pernah terjadi diantara kita selalu punya cara untuk hadir dalam ingatanku setiap harinya. Mungkin disana kamu telah bahagia dengan kehidupanmu yang tanpa aku, jika benar berarti aku bersyukur telah membuat keputusan tepat yang dapat mengantarkanmu pada kebahagiaan 😊.

Ku kira menjauh darimu adalah cara tercepat untuk menyelamatkan banyak hati, termasuk hatiku sendiri. Tiga hari ku blokir nomormu, sekedar ingin rehat dari circle toxic yang selama ini kita jalani, membiarkanmu bebas dengan masa mudamu. Jelas sudah berkali-kali ku katakan bahwa kamu masih senang untuk bersenang-senang dengan teman-teman, itu memang masa yang akan kamu jalani dalam hidupmu bukan? Tapi kenapa kamu terus saja mengelak?. “Yang tau diri aku tuh aku, yang tau diri kamu itu kamu” begitu kata mu saat ku bilang “Kamu memang sedang masa masanya berteman, berkomitmennya di tunda dulu aja, karena orang yang berani berkomitmen sudah seharusnya paham apa konsekuensinya”.

Setelah seringnya kita berselisih paham, hingga ke tingkat yang benar-benar beresiko tinggi, aku memang memilih untuk menyudahi semuanya. Kata mu “Kalau ada masalah tuh diselesaikan, sebesar dan seberat apapun masalahnya, cari solusi bukan malah pergi”. Ya aku setuju dengan pendapat itu, sangat setuju secara logika, tapi dalam hubungan tidak hanya mengandalkan logika bukan?. Apakah kamu tau bagaiamana rasa bersalah yang selalu ku rasakan setiap kamu menunjukan ekspresi sakit? Apa kamu paham apa yang aku rasa ketika melihat orang yang aku sayang selalu sakit atas apa yang telah aku perbuat? Mau sampai kapan aku menyiksamu? Padahal sungguh aku tak sengaja melakukannya, tapi mungkin karena kita sudah berbeda pola fikir maka akan selalu ada celah sekecil apapun yang tak dapat diterima atas segala tindakan yang telah terjadi. Kamu yang selalu terus mendekat setelah ku ucap lebih baik kita jalan masing-masing. Kenapa?

Katamu “Rasa ini masih ada disini, karena itu aku masih tetap ingin bersamamu. Aku tau bahwa aku bisa aja sakit, aku sudah tau resiko itu. Bukankah katamu CINTA sudah sepaket dengan JATUH? Karena itu aku tetap disini dengan rasa yang masih sama”. Jujur saja kata-katamu sangat menenangkan, tapi balik lagi rasa trauma dan bayangan bahwa kamu akan tersakiti lagi jika tetap bersama ku selalu saja menghantui. Haruskah cinta serumit ini? Banyak wanita diluar sana yang secara sukarela memberimu perhatian, memantaskan dirinya untukmu, berharap dapat mendampingimu dalam situasi apapun, dan kamu juga membalas mereka dengan keramahanmu. Apakah itu tidak cukup bagimu untuk mendatangkah kebahagiaan dan rasa sayang selain dari aku? Kenapa disaat yang bersamaan kamu sulit melepasku tapi juga sulit untuk menyatu dengan ku?

Beberapa hari yang lalu kamu selalu berusaha chat duluan, padahal selalu ku balas jutek dan bahkan tak ku balas, tapi selalu ada bahan obrolan yang kamu munculkan agar dapat tetap berbincang denganku. Kamu tertawa melihat ekspresiku, senang berbincang denganku, jujur saja aku sangat ingin terbawa suasana bahagia itu, tapi aku takut takut jika akhirnya itu hanya sementara. Kita video call hingga sahur, entah apa yang kita obrolkan bahagia bersamamu waktu selalu cepat berlalu.

Esoknya setelah malam panjang yang kita lewati setelah bersitegang beberapa hari terakhir, aku ada keperluan untuk memindahkan beberapa foto ke laptop, tak sengaja memori tentang kita terbuka, ku lihat foto foto kebersamaan kita, ah masa itu, akankah dapat terulang kembali tanpa disertai rasa sakit dan bersitegang berhari hari? Entahlah semesta dan waktu yang punya jawabannya. Ku edit foto itu biar tidak terlalu menampakan dengan jelas, biar seperti ada misteri dibalik foto itu, dengan polesan hitam putih, iseng ku jadikan fotoprofil WA dan ku share di IG, dengan caption “Nggak bertepuk sebelah tangan kok”. Ya caption itu diambil dari kejadian dihari sebelumnya dimana ada percakapan kita yang membahas perihal itu.

“Kamu orangnya aneh ya, pantes aku suka, aneh sih”
“Sampe sekarang masih aneh kok wkwk, masih suka gak?”
“masihlah”
“Wiihh masih suka”
“Tapi sebelah tangan”
“kata siapa?”
“ya emang bener”
“emang aku udah bilang?”
“yaudah bilang”
“Nggak bertepuk sebelah tangan kok”

          Setelah kamu melihat foto kita terpajang di pp ku, kamu pun langsung merubah pp mu dengan foto cewek lain, entahlah aku tak kenal dengannya. Sungguh aku bingung, teramat bingung. Sebelumnya sudah ku katakan jangan memberiku perhatian, sungguh aku tak ingin baper lagi terhadapmu. Tapi kamu bersikukuh mendekatiku dan memberikan perhatian, jelas padahal aku sering bilang “Menurutmu mungkin perhatian itu biasa, karena kamu pun melakukan itu kepada banyak perempuan. Tapi bagiku, kamu itu satu-satunya cowok yang mampu memperlakuakn ku seperti itu setiap harinya, jadi salahkah jika aku menganggapmu special? Salahkan jika aku menjadi menaruh harap padamu? setelah peringatan yang sudah ku ucapkan diawal, tetap salahkah aku yang bisa baper terhadapmu?”

          Tolong beri aku jawaban, apa maksudmu terus berusaha meyakinkan ku untuk kembali berjuang dan memperbaiki segalanya, tapi disisi lain kamu juga membunuh rasa itu?. Ku kenang foto kita, kau balas dengan foto perempuan lain. Aku tak tertarik menanyakannya padamu, karena buat apa? Toh kita memang sudah pisah, taka da urusan lagi untuk aku tahu siapa dia. Bisa kah kamu menjelaskan kepadaku? Mungkin teman-temanmu bisa berteman baik denganmu setelah ada rasa terhadapmu, tapi tidak dengan aku. Tak bisakah kamu menerima aku yang berbeda dari kebanyakan teman perempuanmu? Ku mohon, jika memang bukan aku satu satunya jangan pernah datang memberi perhatian padaku. Dan jika memang kamu menginginkanku cobalah untuk belajar menempatkan prioritas, belajar saling terbuka dan belajar berkabar.

Salam dari aku
Yang selalu berhasil kamu buat bimbang
Aku menyayangimu.

Komentar