Tentang DI(A) #7


                Aku sungguh tak menyangka, ternyata terbiasa tanpamu bisa secepat ini prosesnya. Ku kira akan memakan waktu  lebih dari dua tahun untuk benar benar tak merasakan sakit ketika melihatmu. Nyatanya benar cinta memang tak bisa kita sangka akan datang kapan dan dengan siapa, tapi rasa bahagia, nyaman dan dihargai bisa kita atur dengan siapa dan untuk siapa. Mengingat kata-kata yang dilontarkan bang radit saat vlog bareng arafah kurang lebih gini kata-katanya  “Akan jauh membahagiakan jika kita mencari orang yang cocok dengan kita daripada kita paksain. Kita jangan sampe jadi pasangan yang udah tau gak cocok tapi dipaksa di cocok cocokin karena takut kehilangan. Itu hanya menunda perpisahan padahal tau ujungnya bakal pisah”. Setelah di fikir-fikir bener juga sih mengubahmu adalah kemustahilan yang sering ku dambakan, jika memang sifatmu seperti itu ya sudah berarti memang itu bagian dirimu yang tak dapat aku terima.
Aku masih ingat tentang percakapan kita kala itu

“Kamu tau aku punya lima kekurangan yang aku sebutin tadi, dan kelimanya bikin kamu gak nyaman”

“Gapapa, aku yakin kamu bisa berubah”

“Iya mungkin aku bisa berubah tapi gak secepat itu, mungkin butuh waktu bertahun-tahun. Dan kalaupun aku mau berubah mungkin gak di dampingin sama kamu”

“Engga, aku bakal tetep dampingin kamu berubah”

“Kenapa sih kamu tetep kekeh dampingin aku padahal tau kekurangan aku tadi selalu bikin kamu jengkel dan ujungnya kita berantem”

“Karena aku yakin kamu bakalan bisa berubah, aku udah bayangin gimana nanti kalau kamu bisa berubah menjadi  lebih baik dari sekarang, bayanginnya aja udah indah”

Selanjutnya aku malas memperpanjang perdebatan tiada ujung itu.  
Oh iya aku mau cerita dikit nih hehhee, sekaligus mengapresiasi diri sendiri atas keberhasilan ku untuk tidak uring-uringan karena jauh dari kamu wkwkwk.

          Beberapa hari sebelum kamu berangkat pulkam kita sempat ketemu, tak ada perdebatan di dalamnya justru malah mellow. Aku kaget atas ekspresimu yang diluar dugaan itu, jujur saja sebelumnya aku pernah mendapat ekspresi seperti itu juga dari orang lain sebelum kamu, dan kamu orang kedua yang menunjukan ekspresi itu di depanku. Kau masih ingat kata-kataku saat itu? sungguh aku mengatakannya dengan senyum tanpa ada rasa sedih yang menyelimuti, akan ku ulangi kata-kata ku ditulisan ini.

“Sekarang kita jalan masing-masing aja ya. Kamu silahkan bahagia dengan yang lain, akupun akan bahagia dengan yang lain juga. Silahkan rangkai cerita baru dengan yang lain, akupun akan merangkai ceritaku denga yang lain juga. Jangan sedih, aku yakin bakalan ada tangan yang bisa menghapus air matamu walau itu bukan tangan ku, dan aku yakin akan ada tangan yang mampu menghapus air mataku walau itu bukan tangan kamu”

“Harus rangkai cerita dengan orang lain? Emang gak bisa rangkai cerita baru dengan orang yang lama?”

“siapa? Orang yang lamanya aja gak ngerespon”

“ya sama aku lagi”

“hahaha kisah kita udah cukup sampai sini, gak perlu ada yang dipaksain. Kamu dengan jalan kamu aku dengan jalan aku”

*kamu hanya menadahkan kepala keatas, menatap langit-langit kamar”

“Udah ya jangan sedih gitu dong, kita kan mulai semua ini dengan senyuman, kalaupun harus berakhir maka kita akhiri dengan senyuman juga dong, senyumnya mana senyumnya”

          Ku ledek kamu agar bisa senyum, walaupun senyum terpaksa setidaknya itu lebih dari cukup yang bisa terukir di wajahmu. Ku kira itu akan jadi pertemuan terakhir kita, nyatanya tidak kamu berusaha terus menghubungiku dan memintaku untuk datang kembali di hari kamu terakhir di Jakarta, entah ada dorongan apa setelah berhari hari kamu membujuk akhirnya ku langkahkan kaki untuk mendatangimu lagi. Kali ini kita lebih santai ngobrol, tak membahas yang sudah sudah. Diasaat beberapa orang sudah ada yang berangkat duluan, kamu masih harus nunggu mobil yang akan membawamu pulang. Karena jam sudah menunjukan pukul Sembilan malam lebih maka ku putuskan untuk pulang, tak menungguimu hingga naik ke mobil. Sebelum pulang ada rasa haru yang tiba-tiba menyerangku. Air mata yang tak dapat ku tampung saat itu keluar perlahan membayangkan kepergianmu, padahal melepasmu pulang bukanlah hal pertama bagiku.
                Kau usap air mataku dengan tanganmu, kamu peluk aku dengan hangat “Jangan nangis dong, aku pergi cuman sebentar kok, kamu percaya kan aku akan balik lagi ke kamu?”. Aku merespon dengan menggelengkan kepala.

“Kenapa gak percaya? Paling aku dirumah gak lama kali ini, gak kayak kemarin kemarin”

“Aku gapapa kok, selamat jalan ya, selamat bersenang-senang disana. Bakal ada yang bisa gantiin posisi aku disana”

“kok ngomongnya gitu? Kalau nyatanya gak ada yang gantiin posisi kamu selama aku disana gimana?”

“hehe gak mungkinlah, pasti ada”

“yaudahlah liat nanti aja, kamu mah emang gini orangnya maunya dipeluk mulu biar diem”
Tak menjawab ku hanya membalas pelukannya dan menikmati detik demi detik momen perpisahan raga ini. kupaksakan langkah ini untuk menjauh dari mes mu, dan tibalah dirumah. kamu berangkat hampir jam 12 malam dan tiba di tujuan subuh. Aku tak berharap bisa dihubungi kamu setiap waktu karena aku belajar dari pengalaman yang udah udah. Selama kamu disana memang kita tidak chatan intens setiap hari, apalagi tragedi hp aku kelindes wkwkwk. Jadilah kita jarang chatan, tapiiiiiii eits. Tetap aja walaupun gak chatan kamu selalu menyemaptkan waktu untuk vcall aku pake nomor anggota keluargaku. Selalu bercerita tentang kegiatan yang kamu jalani seharian, memperkenalkan ku pada sodara-sodaramu, memperkenalkanku pada teman teman mu, atau hanya melihatmu bernyanyi bersama teman-teman.

Sempat aku bertanya perihal dia kepadamu, ku rasa dia baca chat ku yang ini “Udah deh kamu gak usah ngehubungin aku lagi, nanti aja kalau udah pulang dari sana”. Dan kamu  bercerita tentang kejadian-kejadian disana.

“Terus dia reaksinya gimana?”

“Ya langsung ngasih hp ku pas minjem buat foto, mungkin dia liat chat kamu”

“lalu?”

“Ya aku bilang aja, liat noh tanggalnya kalau mau nuduh, biar gak dikira aku bohong”

“wkwkwk liat riwayat panggilannya gak?”

“Gak tau deh, gak kayaknya orang hpnya langsung di geletakin aja sama dIa”

“Dasarrr padahal kalau dia liat riwayat tlpnya kamu kan ngabarin aku tiap hari”

“emang ya?”

“Liat bee sendiri riwayatnya”

                Genap tiga minggu kamu disana dan bertolak ke Jakarta lagi, kamu vn “Nanti kalau kesini langsung aja ya, aku capek banget mau minta pijitin”. Karena memang tak ada jadwal yasudah ku sempatkan kesana, sesampainya disana yaps bisa di tebak  kamu masih tidur dengan keadaan belom mandi ;p. Dan aku malah jadi gangguin kamu tidur hehehe. Sehabis makan bareng kamu tidur lagi dan aku iseng liat hp kamu, eh kamunya kebangun ku kira bakal langsung ditarik hpnya kayak yang udah udah ternyata kali ini beda.

 “Udah liatny? Gak ada apa apa kan? Gak ada yang bikin cemburu kan?”

“gak kok”

“Terserah kamu mau marah marah pas abis liat chat aku”

“Lah emang kemaren kemaren aku marah marah kenapa?”

“karena gak terbuka”

“Nah tuh tau, sekarangkan terbuka ya buat apa marah marah”

“Ya kali bae mau marah marah”

“hahaha iyalah terbuka kan gak ada yang disembunyiin coba kalau ada ya bakal ketar ketir”

“terserah kamu bae wis”

                Terus dia lanjut tidur dan aku lanjut ngutak ngatik hpnya, hingga penghuni mes pada dateng baru deh bangun beneran. Lanjut ngobrol bareng lilik dan makan dapet lima belas rebu pertama wkwkwk. Btw seru juga ngobrol bareng lilik e rika, sehabis makan lanjut ngobrol sampe aku balik dan seperti biasa ada ritual sebelum balik hehehe.

                Sesampainya dirumah ada rasa aneh yang menjalar di hati, dihujani banyak pertanyaan “Kok gak se antusias dulu ya kalau ketemu?”, “kayak ya udah biasa aja” ,”mungkinkah hati ini benar-benar telah merelakanmu?”. Nyatanya kini semestaku tak lagi berpusat padamu, kamu hanya pelengkap saat ini bukan tujuan. Seperti kalimat diawal tulisan ini ada hal yang tak dapat ku terima darimu, dan itu menjadikan ku memaksa langkah untuk pergi dari hatimu. Dan kini aku mampu tanpamu, semoga kamu juga bisa menemukan orang yang dapat membuatmu benar-benar menetap satu-satunya bukan lagi menjadikannya salah satunya. Saat ini kitaa masih bisa berteman akrab, hingga suatu saat nanti. Jika aku menemukan kembali tempat ku berpulang, ku harap kamu paham ada hati yang perlu aku jaga, dan ada sosok yang akan ku pusatkan semestaku padanya. Dan kita sudah pasti tak akan  bisa lagi seakrab ini J

#Dari AkuYangMerelakanmu
#SahabatBaru

Komentar