“Kisah kita sangat indah, hingga perlahan berubah. Kau yang terlalu pengalah, hadapi ku yang pemarah” – Fiersa Besari
Aku bingung harus cerita ini
sama siapa, rasanya kisah kita terlalu usang yang selalu aku ulang. Mungkin teman-teman
ku juga sudah bosan untuk mendengarkan lagi lagi perihal kita. Sebenarnya bisa
saja ku tulis ini di buku harian ku, namun rasanya untuk sekarang-sekarang ini
aku lebih menyukai cerita di blog ini. Sebenarnya rada takut jika cerita ini
sampai ke banyak orang, apalagi ke kamu yang menjadi tokoh utama dalam cerita
ini. Tapi biarlah, biarkan semuanya mengalir dan terjadi, aku percaya segala
hal buruk yang terjadi pasti diiringi hal baik pula begitupun sebaliknya.
Kamu
tau kapan pertama kali kita bertemu? Aku yakin kamu akan selalu mengingat itu.
Dan kamu tau? Kapan kedekatan kita bermula? Dan ku yakin kamu juga tau. Masa-masa
itu, rasanya kamu yang memaksa masuk ke kehidupan ku tanpa ku cari tau maupun
aku undang. Kamu yang selalu berusaha selalu bisa di dekatku bahkan membuat ku
bahagia. Sosok ku bisa mengalahkan apapun yang memperjuangkan mu.
Masalah
bermunculan setelah kita benar-benar dekat dan resmi jadian, mulai dari yang
ringan hingga yang besar dan melibatkan orang lain. Kalau di lihat ulang
masalah masalah yang bermunculan tersebut mayoritas bermula dari ku, ada saja
hal-hal kecil yang mungkin menurutmu kelewat sepele untuk diperdebatkan. “setiap
masalah pasti ada solusinya” katamu. Sekian banyak masalah yang ku timbulkan
berujung pada kamu yang menyelesaikan, kamu selalu percaya esok hari smeua kaan
kembali baik-baik saja. “kalau kuku kamu panjang yang dipotong ya kukunya bukan
tangannya, sama kayak masalah yang diselelsaikan masalahnya bukan hubunganya”
jelasmu.
Disetiap
pertemuan yang dapat menghadirkan deep talk antara kita, aku selalu bertanya
pertanyaan yang sama kepadamu. “Disini, hati kamu terbuat dari apa sih? Kok bisa
setegar dan setabah itu ngadepin aku?” tanyaku sambil memegangi dada kirimu. “Terbuat
dari baja biar kayak Samson, hahaha. Gak lah, aku bertahan dan sabar karena
disini, dihati aku masih sayang sama kamu. Aku gak punya alasan lain cuman itu”
jawabmu.
Aku
yang selalu menyerah dengan keadaan, aku yang sering menyerah jika kita
menghadapi jalan buntu, dan aku juga yang sering bilang untuk pisah. Hingga
saat ini 20 bulan kamu menemani langkahku dan kamu yang selalu memilih untuk
bertahan, tak peduli sekuat apapun guncangan yang terjadi. Kata orang aku
seharusnya bisa bersyukur karena dipilih kamu dan bisa memiliki kamu, kata
orang seharusnya aku yang tidak melepaskanmu dan tidak meminta untuk lepas,
kata orang aku yang seharusnya bisa memperlakukan mu lebih sepsial lagi dengan
segala perlakuan yang udah kamu kasih ke aku. Ya itu kata orang.
Tapi
aku juga tak bisa menyangkal jika hati ini berontak, akupun tak bisa
mengendalikan hati sama sepertimu bukan? Aku yang mudah ngambek, aku yang mudah
mincing rebut, aku yang mudah melepaskan, aku yang mudah mengabaikan, aku yang
mudah nangis, aku yang cerewet, aku yang banyak mau, aku yang cemburuan dan
segala bentuk kekurangan ada di aku. Hatiku berkata bahwa kamu terlalu sempurna
untuk aku miliki. Tapi disisi lain hati ini juag ingin terus bisa mendampingi
dan didampingi kamu. Bingung bukan? Sama, biasanya yang bentrok adalah otak dan
hati namun yang ku alami adalah bentrok antara hati dan hati.
Aku
gak tau sejak kapan aku ragu, mungkin sejak akhir tahun lalu kamu untuk pertama
kalinya menghancurkan seluruh kepercayaan ku. Aku tau sudah satu tahun setelah
kejadian itu kamu terus memperbaiki apa yang salah dimasa lalu, kamu selalu
berusaha meyakinkan ku bahwa yang lalu biarlah berlalu dan aku cukup lihat kamu
yang sekarang. Aku yakin kamu amat pahan bahkan bosan gimana aku trauma di masa
remaja hingga detik ini tak bisa menerima kehadiran satu orang yang bagi orang
lain itu amat penting dalam hidup ini. Aku tau itu kejadian masa lalu, dan dia
pun sudah memperbaikinya sedemikan rupa sepertimu. Aku tau aku yang salah, tak
mampu menerima masa lalu, selalu membawanya hingga saat ini. Aku takut, aku
yang seperti ini malah justru akan selalu menyakitimu. Toh sudah banyak
kejadian kan kamu yang selalu terluka oleh ku.
Sungguh
maafkan, aku benar-benar tak bisa melupakan kejadian itu baik kamu maupun dia.
Aku tau kalian udah berusaha sebaik mungkin untuk menghapus kesalahan masa lalu
itu. “terus mau sampe kapan? Mau sampe kapan kamu selalu memilih menghilang dan
mengakhiri ketika keadaan rumit? Gak bisa kamu terus terusan kayak gitu, aku
disini bertahan buat kamu biar gak selamanya kamu menghindar dan mengakhiri.
Kamu gak boleh terus –terusan kayak gitu. Kamu juga harus memperjuangkan
kebahagiaan kamu, kamu harus bisa ngadepin setiap maslaah yang muncul dan kamu
harus kuat juga buat bertahan. Gak selamanya kamu selalu bisa pilh jalan
menyudahi” jelasmu kala itu. Aku gak tau samapai kapan sudut pandang ini
bertahan, bagiku apapun sakitnya pasti ada sumber sakitnya dan cara terampuh
untuk menyudahi rasa sakit itu ya dengan menghilangkan sumber sakitnya. Sama
seperti hidup yang ku rasakan, jika akulah penyebab dari rasa sakit itu maka
dengan tidak adanya aku maka semua akan kembali pulih dan normal takan ada lagi
rasa sakit.
Rasanya
semakin lama semakin terasa fana buatku. “aku bisa buat kamu bahagia, tapi
apakah kamu bisa buat aku bahagia?” pertanyaan singkatmu malam kemarin. Akupun
menanyakan hal yang sama, mampukah aku membuatmu bahagia? Dengan seluruh detik
yang kita lewati sepertinya aku lebih banyak bisa membuatmu sedih ketimbang
bahagia. Rasanya genggaman tanganku padamu kehilangan makna, engkau yang enggan
ku genggam dalam ramai dan enggan menggenggamku erat dihadapan banyak orang.
Rasanya kata-kata romantisme yang keluar dari mulutku hanyalah buih di laut
yang enggan kau balas, hingga semakin terkikis dan menjadi hilang makna. Aku
mencintaimu dengan caraku namun kamu mencintaiku dengan caramu. Entah sejak
kapan cara mencintai kita masing-masing menjadi sekat diantara kita. Semakin ku
coba untuk melakukan yang terbaik versi diriku semakin sakit juga aku terluka
oleh abaian mu, tapi itu tidak hanya berlaku padaku saja. Kamu pun semakin
berusaha melakukan yang terbaik buat ku semakin terluka juga karena abaian ku.
Kamu
tahu ketakutan terbesarku saat melepasmu? Bukan karena kita akan menjadi asing,
bukan karena taka nada lagi kamu yang selalu bisa membuatku tersenyum dikala
aku sedang ngambek atau sedih, bukan pula karena takan ada lagi kamu yang
mengiringi langkah ini disetiap detiknya. Ketakutan terbesar ku adalah ketika
kamu benar-benar terlepas dari ku dan dialah yang selanjutnya mendapatkanmu,
memperbaiki mu, mencintaimu dengan segala pengorbanannya, dan berlanjutlah
kebahagiaan kalian yang sempat terjeda karena ku. Kalau kamu mau tau itulah
ketakutan terbesar ku jika benar-benar melepasmu. Tapi semakin lama dipaksa aku
juga semakin tersiksa, banyangan masa lalu kelam itu semakin menjadi. Kalaupun
ujungnya memang kamu akan bersamanya, rasanya aku tak punya alasan lagi untuk
menahan. Toh untuk apa aku menahan takdir yang sudah jelas akan mendatangi mu?.
Mungkin itu cara semesta untuk melunturkan kebencian yang ada dalam hatinya
kepadaku, aku tau dai teramat benci padaku atas apa yang telah ku perlakukan
terhadapnya. Mungkin hadirnya kamu mampu melunturkan bahkan menghapus rasa
benci yang selama ini dia simpan untuk ku. Mungkin itu cara kerja semesta.
Hingga
saat ini langkah kaki ku masih beriringan oleh langkahmu, menunggu kejutan
semesta di setiap detiknya, entah itu membahagiakan maupun menyakitkan, aku tak
mampu berjanji untuk terus bersama mu hingga akhir, itupula yang pernah kamu
ucapkan. Tapi kamu bisa percaya padaku, walaupun kelak jika kita benar-benar
terpisah diam ku bukan berarti melupakanmu, acuhku bukan berarti tak
mengingatmu, walau sikapku mungkin akan ter restart kembali ke awal sebelum
kita mengenal lebih jauh tapi di hatiku akan selalu terukir namamu, bahkan
hingga aku kembali ke tanah, namanu akan tetap melekat disana, di tempat
penyimpanan yang indah, percayalah.
- Dariku yang masih bersamamu -
Komentar
Posting Komentar