Bunga Hitam (3)

 “Ka, maaf yah aku gak bisa nemenin kakak naik. Padahal aku mau banget ke puncak, udah kangen banget” Ucap Putri

“Gapapa put, tenang aja aku akan baik-baik aja kok. Walaupun aku cuman berdua berangkatnya, tapi aku yakin disana banyak pendaki lain” balasku menenangkannya

“Yaudah kalua gitu titip nama ya kak kalau udah sampai diatas, aku tunggu pulang dengan selamat” hibur Putri

              Esok hari sekitar pukul 7 pagi aku sudah siap-siap untuk keberangkatan perdana pendakian ku tanpa teman serombongan. Ini akan menjadi pengalaman pertama yang tak terlupakan, karena selama ini aku tidak pernah memakai jasa porter di setiap pendakian ku. Aku dan Putri pamit keluar rumah sebentar karena harus mencari logistik pendakian. Semalam saat ingin membeli ini itu warung disekitar rumah Putri sudah tutup semua, jadilah kami baru mencarinya sepagi ini. Tidak banyak, hanya cemilan biasa yang mampu menahan lapar selama 2 hari 1 malam. Bahkan niatnya aku tak ingin membawa beras, seperti kebanyakan orang menggalau yang diserang ya lambung yang malas makan. Tapi ku urungkan niat itu, aku tetap membawanya walau bukan untuk ku tapi untuk porter.

              Pukul setengah sembilan, aku diatar Putri dan temannya ke basecamp pendakian lewat jalur Gupala. Basecampnya tidak terlalu besar, tapi ini basecamp terlama yang berada di Guci ini. Tahun ini sudah banyak yang berubah, ada kolam renang di dalam vila yang berada di pinggir jalan, sampingnya langsung pasar oleh-oleh bagi wisatawan yang berkunjung ke pemandian air panas Guci.

              Pukul sembilan aku, porter, Putri dan Azka mulai trekking ke pos 1. Putri dan Azka menemani ku hingga pos 1 saja, untuk mengobati rasa rindu Putri pada hutan katanya. Selepas dari pos 1 aku hanya di temani porter, hingga tibalah di pos 3 aku bertemu rombongan pendaki dari Jakarta. Jumlahnya tidak banyak hanya 3 orang, tapi lebih dari cukup untuk membuat ramai pendakian ku kali ini.

              Seperti minimarket berjalan, rombongan ini penuh dengan cemilan dan makan berat. Bahkan menu-menu yang tidak biasa, seperti steak, hamburger, sandwich, makanan ala korea, bakar-bakaran, pokokya aku berasa sedang kemping mewah bersama mereka. Semua menu yang mereka bawa ternyata mampu meluluhkan perutku untuk mencobanya, alhasil kebutuhan gizi ku selama 2 hari 1 malam sangat tercukupi berkat mereka.

Gambar 1. Menu makanan yang dihidangkan oleh rombongan yang ku temui

              Selepas subuh kami ber 5 bergegas untuk melanjutkan trekking ke puncak gunung Slamet. Dengan perbekalan yang sudah disiapkan oleh sang chef, perjalanan kami memakan waktu 3 jam. Sebenarnya bisa lebih cepat dari itu, tapi kami lebih memilih untuk banyak menyaksikan panorama bentang alam yang ada di hadapan kami dari atas. Dua jam yang cukup untuk berada di atas puncak Gunung Slamet, kami akhirnya memutuskan kembali ke area camp. Selepas makan siang dan berberes tenda, kami turun bersama sekitar pukul 12 siang.

              Tak terasa sudah berada di pos 2, salah satu dari rombongan kami meminta untuk istirahat sejenak karena kakinya ada yang terluka sedikit. Di pos ini ada satu tenda yang berdiri, menurut penuturan yang punya tenda memang sengaja dipasang di pos ini karena ada satu temannya yang tidak kuat melanjutkan perjalanan jadilah tenda itu berdiri di pos yang masih terhitung dini ini.

Gambar 2. Pos 2 pendakian Gunung Slamet via Guci

“Baru turun?” ucap pria asing menyapa ku

“Iyah, masnya mau naik?”

“hahaha, lo udah lupa ya muka gue?”

Aku hanya diam sambil mengingat-ngingat siapa sosok pria yang ada di hadapan ku ini?

“masnya temennya mas porter kan?” jawabku asal karena memang yang sedang terpampang jelas dihadapan ku adalah porter yang menemaniku dua hari ini langsung akrab dengan pria itu.

“hahaha, baru juga kemaren kita kenalan, wajar sih kalau lupa” tawanya semakin membuatku ingin berfikir lebih.

Satu ingatan muncul tepat sebelum aku tambah malu karena mudah melupakan kejadian yang katanya baru terjadi kemarin. “Ohhh gue inget, masnya anak didiknya bang Jack kan ya? Yang kemarin nyusul pas di nasi goreng” balasku mantap

“akhirnya lo inget juga, siapa nama gue?”

“hmm, Biyan ya gue inget nama masnya Biyan. Terus sekarang masnya mau naik?”

“udah kemaren, tapi cuman sampe pos 3, karena gak bawa tenda dan logistik yang cukup, jadi turun deh”

“owh, gabut juga ya naik cuman sampe pos 3”

              Tiga puluh menit kami beristirahat dengan cukup di pos 2 ini, ternyata Biyan ikut rombongan kami. Selama perjalanan aku dan Biyan mengobrol asyik berdua, sampai lupa kalau awalnya aku ber lima. Tetapi karena kaki ku sedikit terkilir, maka jalan ku tidak secepat yang lainnya. Aku dijagai oleh Biyan selama turun disaat yang lain sudah duluan berjalan agar cepat sampai pos selanjutnya.

“Jujur gua gak pengen naik pake jalur ini karena udah bosen banget, pengen banget naik dari jalur baru di samping basecamp ini” tutur Biyan menjelaskan

“Kalau gitu kenapa gak naik dari jalur sebelah? Kenapa malah naik dari jalur ini?

“karena lo”

“gue?”

“iyah karena gue denger lo bakalan naik sendirian”

“Tapikan gue gak sendirian, gue sama porter kok”

“Tapi porter itu kan bukan temen lo atau yang udah lo kenal sebelumnya, karena gue sangat menghormati bang Jack seperti bapak gue sendiri gue merasa gak bisa ngebiarin lo naik sendirian”

“eh, jadi karena disuruh bang Jack?”

“engga, dia gak ngomong apa-apa. Gak tau kenapa gue gak tenang denger lo bakalan naik sendiri, jadi gue putuskan buat nyusulin lo. Karena emang ini keputusan mendadak jadilah gue minim banget perbekalan, mana maghrib baru sampe pos 3 dan sepi, tumben-tumbenan sepi jadi gue diriin flysheet di pos 3 terus nunggu lo sampe jam 12 ternyata gak ada. Gue turun deh ke pos bawah, nunggu lo lagi tapi bareng rombongan lain dan ternyata kita ketemu”

“hehehe, makasih lo udah peduli”

“Iyah besok-besok jangan naik sendirian lagi, kalaupun naik sendirian jangan ke gunung ini”

“ya mau gimana lagi, gue yakin lu juga udah tau alasan kenapa gue bisa naik sendirian kesini”

“Gue baru denger sedikit sih, tapi kayak ada yang mengganjal dari cerita yang di certain dia, ternyata kalian awalnya pacarana toh dan putus”

“Ya gitu deh”

              Hingga tiba kembali di basecamp Gupala, aku, rombongan dan Biyan langsung bersih-bersih dan ganti baju, sedangkan porter langsung gabung dengan teman-temannya karena memang tugasnya sudah selesai. Selepas bersih-bersih dan makan malam, sekitar pukul 10 malam salah satu rombongan tiga orang itu mengide untuk mandi sebentar di air panas Guci, maklum ini pertama kalinya mereka mendaki ke gunung Slamet, rasanya tidak lengkap jika tidak merasakan syahdunya pemandian air panas Guci malam-malam. Akhirnya aku dan Biyan ikut mereka ke pemandian, dan ya obrolan aku dan Biyan tidak jauh seputar mengapa aku bisa sampai memutuskan naik sendirian ke gunung Slamet.

Komentar